Ramalan dari Jayabaya untuk Dunia, dalam Serat Kalatidha

Posted on 8 Agustus 2009

13


bencana aceh

bencana aceh

Prabu Jayabaya adalah seorang raja bijaksana yang memerintah kerajaan Kediri pada abad ke-12 (1137-1159 M). Serat Kalatidha adalah sebuah karya sastra dalam bahasa jawa karangan Raden Ngabehi Rangga Warsita berbentuk tembang macapat, karya ini ditulis kurang lebih pada tahun 1860 M dan menjadi karya sastra yang ternama di Jawa. Karya sastra ini sebenarnya juga memberikan pencerahan fikriyah dan ruhiyah bagi pembacanya dan Karya sastra inilah yang diinginkan oleh Islam.

Zaman Kalabendu, adalah nama lain dari zaman kehancuran. Petikan dari Jayabaya dalam Serat Kalatidha tentang tanda-tanda zaman inilah yang akan saya tulis di sini.

Iki sing dadi tandane zaman kolobendu “Ini yang menjadi tanda zaman kehancuran”,

Lindu ping pitu sedino “Gempa bumi 7 kali sehari”,
Lemah bengkah “Tanah pecah merekah”,
Manungsa pating galuruh, akeh kang nandang lara “Manusia berguguran, banyak yang ditimpa sakit”,
Pagebluk rupo-rupo “Bencana bermacam-macam”,
Mung setitik sing mari akeh-akehe pada mati “Hanya sedikit yang sembuh kebanyakan meninggal”,

Zaman kolobendu wiwit yen “Zaman kalabendu ditandai dengan”

Wis ana kreto mlaku tanpo jaran “Sudah ada kereta yang berjalan tanpa kuda”,
Tanah Jawa kalungan wesi “Tanah jawa dikelilingi besi”
Prau mlaku ing nduwur awang-awang “Perahu berjalan di atas awan melayang-layang”,
Kali ilang kedunge “Sungai kehilangan danaunya”,
Pasar ilang kumandange “Pasar kehilangan keramaiannya”,
Wong nemoni wolak-walik ing zaman “Manusia menemukan zaman yang terbolak-balik”,
Jaran doyan sambel “Kuda doyan sambal”,
Wong wadon menganggo wong lanang “Orang perempuan mempergunakan busana laki-laki”,

Zaman kalabendu iku koyo-koyo zaman kasukan, zaman kanikmatan donya, nanging zaman iku sebenere zaman ajur lan bubrahing donya “Zaman kalabendu itu diibaratkan zaman yang menyenangkan, zaman kenikmatan dunia, tetapi zaman itu sebenarnya zaman kehancuran dan berantakannya dunia”,

Mulane akeh bapak lali anak “Oleh sebab itu banyak bapak lupa dengan anaknya”,
Akeh anak wani ngelawan ibu lan nantang bapak “Banyak anak yang berani melawan ibu dan menantang bapaknya”,
Sedulur podho cidro cinidro “Sesama saudara saling berkelahi”,
Wong wadon ilang kawirangane, wong lanang ilang kaprawirane “Perempuan kehilangan rasa malunya, laki-laki kehilangan rasa kejantanannya”,
Akeh wong lanang ora duwe bojo “Banyak laki-laki tidak punya istri”,
Akeh wong wadon ora setia karo bojone “Banyak perempuan yang tidak setia pada suaminya”,
Akeh ibu pada ngedol anaknya “Banyak ibu yang menjual anaknya”,
Akeh wong wadon ngedol awakke “Banyak perempuan yang menjual dirinya”,
Akeh wong ijol bojo “Banyak orang yang tukar menukar pasangan”,
Akeh udan salah mongso “Sering terjadi hujan salah musim”,
Akeh perawan tuwo “Banyak perawan tua”,
Akeh rondo ngelairake anak “Banyak janda melahirkan anak”,
Akeh jabang bayi nggoleki bapake “Banyak bayi yang lahir tanpa bapak”,
Wong wadon nglamar wong lanang “Perempuan melamar laki-laki”,
Wong lanang ngasorake drajate dewe “Laki-laki merendahkan derajatnya sendiri”,
Akeh bocah kowar “Banyak anak lahir diluar nikah”,
Rondo murah regane “Janda murah harganya”,
Rondo ajine mung sak sen loro “Janda nilainya hanya satu sen untuk dua”,
Prawan rong sen loro “Perawan nilainya dua sen untuk dua”,
Dudo pincang payu sangang wong “Duda pincang berharga 9 orang”.

Itulah petikan dalam serat Kalatidha dari Jayabaya untuk negeri bahkan seluruh dunia yang jika kita pikir-pikir memang terjadi, setelah membaca petikan tadi seharusnya bisa menjadi pencerahan hati kita menghadapi dunia yang penuh tipu daya ini.

Dalam Al-Qur’an dan Hadist juga banyak menerangkan tentang tanda akhir zaman, yang mirip dengan petikan serat di atas.

Dan semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan yang diridloi-Nya. Amin.

Wassalamu’alaikum.

oleh : JAMUNA girikusumo, mranggen, demak.

Posted in: Islam